KHASIAT dan PENGGUNAAN OBAT
Antipsikotika memiliki sejumlah kegiatan fisiologis, yakni :
a. antipsikotis. Obat – obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikotis, seperti schizofrenia, mania dan depresi psikotis. Di samping itu, antipsikotika digunakan untuk menangani gangguan perilaku serius pada pasien dengan handikap rohani dan pasien demensia, juga untuk keadaan gelisah akut (excitatio) dan penyakit lata (p. Giles de la Tourette).
b. Anxiolitis, yaitu mampu meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan dan agresi hebat. Oleh karena itu obat ini digunakan daam dosis rendah sbg minor tranquillizer pada kasus – kasus serius, dimana benzodiazepin kurang efektif, misalnya pimozida dan thioridiazin.
c. Antiemetis, yaitu obat yang digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat seperti pada terapi sitostatika; sedangkan pada mabuk jalan tidak efektif.
d. Analgetis. Obat ini jarang digunakan sebagai obat antinyeri, kecuali droperidol.
Tabel 1.3 Beberapa gambaran obat – obat antipsikosis
Kelas obat | Obat | Keuntungan | Kerugian |
Phenothiazine Aliphatic | Chlorpromazine1 (Thorazine) | Generik, tidak mahal | Banyak efek yang tidak diinginkan, khususnya otonomik |
Piperidine | Thiridazine2 (Mellaril) | Sedikit terjadi sindroma ekstrapiramidal; generik | Batas 800 mg/hari; tidak ada bentuk parenteral; kardiotoksik |
Piperazine | Fluphenazine3 (Permitil, Prolixin) | Bentuk depo juga tersedia (ananthate, decanoate) | Peningkatan diskinesia tardif |
Tioxanthene | Thiothixene4 (Navane) | Bentuk parental juga tersedia; penurunan diskinesia tardif | Tidak jelas |
Butyrophenone | Haloperidol (Haldol) | Bentuk parental juga tersedia, generik | Sindroma ekstrapiramidal berat |
Dibenzoxazepine | Loxapine (Loxitane) | Tidak ada kenaikan berat badan | Tidak jelas |
Dibenzodiazepine | Clozapine (Clozaril) | Mungkin menguntungkan pasien resisten perawatan; sedikit toksisitas ekstrapiramidal | Dapat menyebabkan agranulositosis pada himgga 2% pasien |
Benzisoxozole | Risperidone (Risperdal) | Efikasi luas; sedikit atau bahkan tidak ada disfungsi sistem ekstrapiramidal pada dosis rendah | Disfungsi sistem ekstrapiramidal, hipotensi dengan dosis yang lebih tinggi |
Thienobenzodiazepine | Olanzapine (Zyprexa) | Efektof melawan gejala positif dan negatif; sedikit atau bahkan tidak ada disfungsi sistem ekstrapirimidal | Berat badan meningkat |
Dibenzothiazepine | Quetiapine (Seroquel) | Serupa dengan olozapine; mungkin sedikit kenaikan berat badan | Mungkin memerlukan dosis tinggi apabila ada kaitan dengan hipotensi; t1/2 pendek dan dosis dua kali sehari |
Fluorophenylindole | Sertindole (Serlect) | Serupa dengan olanzapine | Perpanjangan QTc, t1/2 pendek |
1 Phenothiazine alifatik lainnya: promazine, triflupromazine.
2 Phenothiazine piperidine lainnya: piperacetazine, mesoridazine.
3 Phenothiazine piperazine lainnya: acetophenazine,perphenazine, carphenazine, prochlorperazine,
trifluoperazine
4 Thioxanthene lainnya: chlorprothixene
GEJALA-GEJALA PADA PENDERITA PSIKOSA
1. Gejala - gejala primer
a. Gangguan proses pikir (bx, langkah. dun isi pikiran)
- Asosiasi longgar
- Anti simbolik
- Inkoherensi
- Blocking
- Perseverasi / stereotipi pikiran
- Flight of idea
- Asosiasi longgar
- Anti simbolik
- Inkoherensi
- Blocking
- Perseverasi / stereotipi pikiran
- Flight of idea
b. Gangguan afek dan emosi
- Emotional blunting
- Parathimi
- Paramimi
- Emosi dan afek serta ekspresi tidak mempunyai satu kesatuan
- Ambivalensi pada afek
- Emotional blunting
- Parathimi
- Paramimi
- Emosi dan afek serta ekspresi tidak mempunyai satu kesatuan
- Ambivalensi pada afek
c. Gangguan kemauan
- Lemah kemauan, tidak dapat mengambil keputusan.
- Negativisme
- Ambivalensi kemauan
- Otomatisme : Pada merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain
- Lemah kemauan, tidak dapat mengambil keputusan.
- Negativisme
- Ambivalensi kemauan
- Otomatisme : Pada merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Gejala psikomotor
- Katatonik - Katalepsi
- Stupor - Fleksibi!itas serea
- Mutisme - Command automatism
- Logorea - Ekholalia dan ekhopraxia
- Katatonik - Katalepsi
- Stupor - Fleksibi!itas serea
- Mutisme - Command automatism
- Logorea - Ekholalia dan ekhopraxia
2. Gejala-gejala sekunder
a. Waham : Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan inteligensi dan latar belakang budaya.
- Waham primer : Tidak logis dan patognomonik
- Waharn sekunder : Waham kebesaran, waham kejaran, sindiran, dosa dan lain-lain
- Waham primer : Tidak logis dan patognomonik
- Waharn sekunder : Waham kebesaran, waham kejaran, sindiran, dosa dan lain-lain
b. Halusinasi: Pencerapan tanpa ada rangsang apapun pada panca indri, terjadi secara sadar.
Akustik,olfaktorik, gustatorik, dan taktil.
Akustik,olfaktorik, gustatorik, dan taktil.
- Terjadi depersonalisasi : Perasaan mengidentifikasi dirinya dengan
sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak ada lagi.
sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak ada lagi.
- Otisme : Perasaan kehilangan hubungan dengan dunia luar,
seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri
seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri
Tabel 1.4 hubungan dosis obat antipsikosis
Dosis Terapeutik Efektif Minimum (mg) | Rentang Lazim dari Dosis Harian (mg) | |
Chlorpromazine (Thorazine) | 100 | 100 – 1000 |
Thioridazine (Mellaril) | 100 | 100 – 800 |
Mesoridazine (Lidanar, Serentil) | 50 | 50 – 400 |
Piperacetazine (Quide) | 10 | 20 – 160 |
Trifuoperazine (Stelazine) | 5 | 5 – 60 |
Perphenazine (Trilafon) | 10 | 8 – 64 |
Fluphenazine (Permitil, Prolixin) | 2 | 2 – 60 |
Thiothixene (Navane) | 2 | 2 – 120 |
Haloperidol (Haldol) | 2 | 2 – 60 |
Loxapine (Loxitane) | 10 | 20 – 160 |
Molindone (Lindone, Moban) | 10 | 20 – 200 |
Clozapine (Clozaril) | 50 | 25 – 600 |
Olanzapine (Zyprexa) | 5 | 5 – 20 |
Sertindole (Serlect)1 | 4 | 4 – 24 |
Quetiapine (Seroquel) | 150 | 150 – 800 |
Risperidone (Risperdal) | 4 | 4 – 16 |
Ziprasidone (Zeldox)2 | ? | 80 – 160 |
1 Ditarik dari pasaran menunggu klarifikasi potensi kardiotoksik.
2 Menunggu persetujuan FDA sehubungan dengan tingkat perpanjangan QTc.
MEKANISME KERJA
MEKANISME KERJA
Hipotesis : sindrom psikosis disebabkan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang meningkat
Mekanisme kerja obat Anti-Psikosis adalah mem-blokade Dopamin pada reseptor pasca sinaptik di
otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine receptorantagonis).
EFEK SAMPING
obat Anti-Psikosis dapat berupa :
· Sedasi dan inhibisi psikomotor
· Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
· Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkison : tremor, brakidikinesia, rigiditas).
· Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastian), metabolic (jaundice) hematologig (agranulocytosis). Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang cepat dapat di toleri oleh pasien, ada yang lambat dan ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringngankan penderita pasien.
Jadi dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingi dicapai adalah “optimal response whit minimalside effects”
Efek samping yang irreversible : tardive dyskinesa (gerakan berulang involunter pada : lidah, wajah mulut/rahang dan anggita gerak, dimana pada waktu tidur menghilang. Pada penggunaan obat anti psikosis jangka panjang secara periodic harus diulakukan pemerikasaan laboratorium: darah rutin dan urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal untuk diteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
CARA PENGGUNAN
Pemilihan Obat.
· Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek samping primer(efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek. Sekunder (efek samping).
· Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
· Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti psikosis yang laindengan dosis ekifalennya, dima profil efek samping belum tentu sama.
· Penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan di tolerir dengan baik efek sampingnya dapat dipilih untuk pemakaian sekarang.
PENGATURAN DOSIS:
· Onset efek primer (efek klinis ) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
· Waktu paruh : 12-24 jam dosis 1-2x pehari
· Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk menguirangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu menggangu kualitas hidup pasien.
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikan dosis optimal, dipertahankan sekita 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan sampai 2 minggu (diselingi drug holiday 1-2hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4minggu)stop.
EFEK NEUROLOGIK YANG TIDAK DIINGINKAN:
Dopamin adaah neurotransmiter pada banyak jaras di otak. Karena obat antipsikotik memblok semua reseptor dopamin D2, mereka menekan semua kerja dopamin yang diperantarai oleh reseptor D2 pada otak. Efek samping neuroogik spesifik obat – obatan antipsikotik meliputi:
· Distonia akut: pasien dapat mengalami spasme wajah, leher dan punggung dalam minggu pertama awal terapi.
· Parkinsonisme: gejalanya antara lain ”gerakan seperti memutar pil” (pill rolling) dengan jari – jari rigiditas ekstremitas, cara jaan dengan menyeret kaki, bradikinesia, dan muka topeng yang disebabkan oleh antagonisme reseptor dopamin pada jaras nigrostriatal. Gejala timbul dalam satu bulan terapi awal.
· Sindrom maligna: hal ini relatif jarang, tetapi kadang – kadang sindrom yang fatal ditandai dengan katatonia, rigiditas, stuptor, tekanan darah yang berfrustasi, demam dan disartria.
· Akatisia: kegelisahan motorik yang terjadi dala 2 buan permuaan obat antipsikotik. Turunkan dosis atau hentikan obat. Obati dengan benzodiazepin atau propranolol dosis rendah.
· Diskinesia Tardif: sampai 20% pasien yang diterapi berbulan – bulan samapai bertahun – tahun dengan antipsikotik mengalami gerakan involuntar pada wajah, batang badan, dan ekstremitas (diskinesia & koreoatetosis). Sering tidak reversibel.
Referensi
Maslim, Rusdi. 1994. Tuntunan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. PT PFIZER Indonesia,Jakarta
Badan Farmakologi Universitas Kedokteran Indonesia. 1995. Farmakologi dan terapi; edisi 4. Gaya Baru, Jakarta